Narasumber
: bingar suharjono
Wayang
wayang
berasal dari kata wayangan yaitu sumber ilham dalam menggambar wujud tokoh dan
cerita sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar karena sumber
aslinya telah hilang di awalnya, wayang adalah bagian dari kegiatan
religi animisme
menyembah
‘hyang’, itulah inti-nya dilakukan antara lain di saat-saat panenan atau
taneman dalam bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun ‘merti desa’ agar
panen berhasil atau pun agar desa terhindar dari segala di tahun (898 – 910) M
wayang
sudah menjadi wayang purwa amun tetap masih ditujukan untuk menyembah para
sanghyang seperti yang tertulis dalam prasasti balitung sigaligi mawayang buat
hyang, macarita bhima ya kumara terjemahan kasaran-nya kira-kira begini :
menggelar
wayang untuk para hyang tentang bima sang kumara)
di jaman
mataram hindu ini, ramayana dari india berhasil dituliskan dalam bahasa jawa
kuna (kawi) pada masa raja darmawangsa, 996 – 1042 M mahabharata yang berbahasa
sansekerta delapan belas parwa dirakit menjadi sembilan parwa bahasa jawa kuna
lalu arjuna wiwaha berhasil disusun oleh mpu kanwa di masa raja erlangga sampai
di jaman kerajaan kediri dan raja jayabaya mpu sedah mulai menyusun serat
bharatayuda yang lalu diselesaikan oleh mpu panuluh tak puas dengan itu saja,
mpu panuluh lalu menyusun serat hariwangsa dan kemudian serat
gatutkacasraya menurut serat centhini, sang jayabaya lah yang memerintahkan
menuliskan ke rontal (daun lontar, disusun seperti kerai, disatukan dengan
tali) di jaman awal majapahit wayang digambar di kertas jawi dan sudah dilengkapi
dengan berbagai hiasan pakaian masa-masa awal abad sepuluh bisa kita sebut
sebagai globalisasi tahap satu ke tanah jawa kepercayaan animisme mulai digeser
oleh pengaruh agama hindu yang membuat ‘naik’-nya pamor tokoh ‘dewa’ yang kini
‘ditempatkan’ berada di atas ‘hyang’ abad duabelas sampai abad limabelas adalah
masa ‘sekularisasi’ wayang tahap satu dengan mulai disusunnya berbagai mithos
yang mengagungkan para raja sebagai keturunan langsung para dewa abad limabelas
adalah dimulainya globalisasi jawa tahap dua kini pengaruh budaya islam yang
mulai meresap tanpa terasa dan pada awal abad keenambelas berdirilah
kerajaan demak ( 1500 – 1550 M )
ternyata
banyak kaidah wayang yang berbenturan dengan ajaran islam maka raden patah
memerintahkan mengubah beberapa aturan wayang yang segera dilaksanakan oleh
para wali secara gotongroyong wayang beber karya prabangkara (jaman majapahit)
segera direka-ulang dibuat dari kulit kerbau yang (di wilayah kerajaan demak
masa itu, sapi tidak boleh dipotong untuk menghormati penganut hindu yang masih
banyak agar tidak terjadi kerusuhan berthema sara . . .
gambar
dibuat menyamping, tangan dipanjangkan, digapit dengan penguat tanduk kerbau,
dan disimping sunan bonang menyusun struktur dramatika-nya sunan prawata
menambahkan tokoh raksasa dan kera dan juga menambahkan beberapa skenario
cerita
raden
patah menambahkan tokoh gajah dan wayang prampogan sunan kalijaga mengubah
sarana pertunjukan yang awalnya dari kayu kini terdiri dari batang pisang,
blencong, kotak wayang, dan gunungan sunan kudus kebagian tugas men-dalang
‘suluk’ masih tetap dipertahankan, dan ditambah dengan greget saut dan
adha-adha pada masa sultan trenggana bentuk wayang semakin dipermanis lagi
mata, mulut, dan telinga mulai ditatahkan (tadinya hanya digambarkan
di kulit kerbau tipis) susuhunan ratu tunggal, pengganti sultan trenggana,
tidak mau kalah dia ciptakan model mata liyepan dan thelengan
selain
wayang purwa sang ratu juga memunculkan wayang gedhog yang hanya digelar di
lingkungan dalam keraton saja sementara untuk konsumsi rakyat jelata sunan
bonang menyusun wayang damarwulan aman kerajaan pajang memberikan ciri khas
baru wayang gedhog dan wayang kulit mulai ditatah tiga dimensi (mulai ada
lekukan pada tatahan) bentuk wayang semakin ditata :
raja dan
ratu memakai mahkota/topong rambut para satria mulai ditata, memakai praba dan
juga mulai ditambahkan celana dan kain di jaman ini pula lah sunan kudus
memperkenalkan wayang golek dari kayu sedang sunan kalijaga menyusun wayang
topeng dari kisah-kisah wayang gedog dengan demikian wayang gedog pun sudah
mulai memasyarakat di luar keratin di masa mataram islam wayang semakin
berkembang panembahan senapati menambahkan berbagai tokoh burung dan hewan
hutan dan rambut wayang ditatah semakin halus sultan agung anyakrawati
menambahkan unsur gerak pada wayang kulit pundak, siku, dan pergelangan wayang
mulai diberi sendi posisi tangan berbentuk ‘nyempurit’ dengan adanya inovasi
ini muncul pula tokoh baru :
cakil,
tokoh raksasa bertubuh ramping yang sangat gesit dan cekatan sultan
agung anyakrakusuma, pengganti beliau, ikut menyumbang bentuk mata semakin
diperbanyak
dan pada
beberapa tokoh dibuat beberapa wanda (bentuk) setelah semua selesai
dilaksanakan, diciptakan seorang tokoh baru raksasa berambut merah bertaji
seperti kuku yang akhirnya disebut ‘buta prapatan’ atau ‘buta
rambutgeni’ berbagai inovasi dan reka-ulang wayang masih terus
berlangsung dari jaman mataram islam sampai jaman sekarang
a.l.
dengan munculnya ide-ide ‘nyeleneh’ para dhalang berbagai peralatan elektronis
mulai ikut berperan dalam tata panggung maupun perangkat
gamelan begitu pula dalam hal tata pakaian yang
dikenakan oleh ki dhalang, pesinden, maupun para juru karawitan
dalam
hal skenario-nya pun senantiasa ada pergeseran sehingga kini sudah semakin
sulit dihakimi mana yang cerita ‘pakem’ dan mana
‘carangan’ (cerita tentang asal-usul semar,
misalnya, ada beberapa versi yang semuanya layak
untuk dipelajari ) tapi siapa sih yang bisa disebut ‘berwenang menghakimi’ ?
walau demikian, garis besar struktur dramatika-nya agaknya relatif tetap pathet
nem, pathet sanga, lalu pathet manyura relatif standar dan tetap seperti juga
mengenai inti filsafatnya sendiri : wayang adalah perlambang kehidupan kita
sehari-hari
Bahwa
masusia adalah mahluk yang diciptakan Tuhan dengan segala kesempurnaannya,
memiliki akal dan budi. Untuk menimbang dan menentukan pilihan mana yang baik
dan mana yang buruk. Tidak seperti hewan yang hanya hidup berdasarkan insting
semata, tidak lebih. Sejatinya manusia diciptakan tak ada yang sia-sia, semua
ada peranannya dan ada porsinya masing-masing.
Juga pada
suatu bangsa, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Dalam hal ini seorang
pemimpin mempunyai peran sebagai imam dalam suatu bangsa, mengayomi rakyatnya,
mendengarkan suara rakyatnya, mensejahterahkan kehidupan rakyatnya, dsb.
Tapi apa
yang dilakukan para pemimpin dan pengurus bangsa ini, yang seenaknya merampas
hak milik rakyatnya tanpa ia sadari bahwa Tuhan telah memberikan porsi
kehidupan mahluk yang ada di alam semesta ini dengan seadil-adilnya.
“Inilah
bangsa kita, bangsa krisis hati dan moral. Bangsa yang tak pernah maubersyukur
akan segala kekayaan sumber daya alam yang telah Tuhan berikan untuk Indonesia”
Manusia
perlu menanamkan dalam diri enam nilai-nilai universal pada filosofi wayang
sebagai pondasi kehidupan. Bahwa manusia harus memiliki rasa Empati,
Kejujuran, Keadilan, Saling Menghargai, Tanggung Jawab dan Loyal Terhadap
Negara.
Enam nilai
universalal yang terdapat pada filosofi wayang itu meliputi:
1. Empati (Caring)
Artinya
setiap mahluk yang hidup di bumi ini haruslah memiliki sikap empati kepada
semua mahluk, baik kepada manusia lain, tumbuhan, atau sama hewan sekalipun.
Karena sikap empati akan menjadikan seseorang menjadi peka terhadap
kehidupannya dan kehidupan orang lain juga untuk menciptakan hidup damai serta
selaras.
2. Kejujuran (Trustworthiness)
Alangkah
indahnya hidup jika setiap manusia menanamkan rasa kejujuran dalam diri,
mungkin tidak ada korupsi yang saat ini menjadi budaya di bangsa kita. Kata ini
mudah diucapkan namun terkadang sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan, ada
saja kebohongan-kebohongan kecil yang kita lakukan dan tanpa kita sadari
kebohongan kecil itu akan menjadi terbiasa dan berujung pada kebohongan besar.“Kejujuran
itu terkadang membuat kita sulit, tetapi kesulitan yang lebih besar akan timbul
takakala kita ketahuan tidak jujur”.
3. Saling
Menghargai (Respect)
Ya. Hidup
ini juga akan menjadi tentram jika di antara kita, yang muda terhadap yang tua
ataupun sebaliknya, yang tua kepada yang muda saling menghargai satu sama lain.
Sikap inilah yang menjadi sebuah suksesnya kehidupan bermasyarakat, karena
tidak mengedepankan ego dan ke “aku-an” sehingga akan menciptakan kehidupan
yang indah serta kebahagiaan dalam kebersamaan.
4. Tanggung
jawab (Responsibility)
Ini juga
salah satu sikap yang juga harus ada pada setiap diri manusia, khususnya kepada
para pemimpin. Bertanggungjawablah kalian sebelum menanggungnya di akhirat
kelak atas segala apa yang kalian lakukan di dunia ini, apalagi sampai merugikan
banyak orang dan alam sekitar. Karena mesrusak alam sedikit saja berarti
membunuh kehidupan, apakah kita mau dicap sebagai seorang pembunuh? Dalam hal
ini bisa kita lihat dari saudara kita yang berada di sekitar galian PT. Lapindo
Brantas, mereka tak pernah menyangka bahwa tanah yang mereka pijak dari
turun-temurun kini harus lenyap tak tersisa dilahap lumpur dengan jutaan kubik.
Rumah, mata pencaharian, sekolah, sampai makam pun harus lenyap. Ironi. Dan
jangan keget kalau tingkat pengangguran semakin banyak. HEI PELAKU KEJI
PENIKMAT KEKAYAAN BUMI DI SIDOARJO, TANGGUNG JAWAB! JANGAN HANYA BISA MERUSAK,
TANGGUNG JAWAB! KEMBALIKAN KEHIDUPAN MEREKA, TANGGUNG JAWAB!
5. Keadilan (Fairness)
Bicara
soal kedilan di negara kita sepertinya menjadi hal yang tabu dan menjadi
kompleks dari segala persoalan yang ada. Adil itu sudah bisa dibeli dengan uang
dan kedilan itu hanya terasa nikmat kepada orang yang berkuasa serta mempunyai
uang. Lalu bagaimana rasa keadilan bagi rakyat jelata? Ah pahit sekali. Sepertinya
sikap adil itu sudah mulai luntur pada orang-orang di negri ini, khususnya para
pemimpinnya. Bisa kita lihat para koruptor, perampas hak milik rakyat, mereka
bisa tetap merasakan senang sekalipun di dalam jeruji besi. Tapi tidak untuk
rakyat jelata yang mencuri ayam untuk bisa bertahan hidup dari segala gencatan
kehidupan, harus merasakan pedih atas ketidakadilan yang diterimanya.
Percayalah adil itu sejatinya sebuah sikap atau perilaku yang jika dilakukan
tidak ada yang merasa dirugikan, semua mendapatkan porsinya masing-masing.
6. Loyal
pada Negara (Citizenship)
Kita juga
harus memiliki sikap loyal terhadap negara, walau kita bukan atlet atau pejuang
sekalipun. Tapi setidaknya kita bisa melakukan itu dengan cara ikut sama-sama
membangun dan meningkatkan kualitas kehidupan di lingkungan kita, mengeksplor
sumber daya alam yang ada, memanfaatkan, lalu melestarikan. Karena siapa tau
akan menghasilkan sebuah dampak positif terhadap masyarakat, bangsa, serta
negara. Sehingga kita bisa membantu meringankan beban negara, untuk bisa menuju
kehidupan sejahterah.
Alangkah
baiknya dari enam nilai universal itu juga dibarengi dengan membangun pondasi
keimanan dengan cara menanamkan rasa cinta dan rasa takut kepadaNYA. Karena hal
tersebut akan membuat hati kita selalu dipenuhi oleh rahmatNYA dan hati bersih
dari segala noda kehidupan.
Jika hati
telah bersih, niscahaya segala hal yang kita lakukan akan membuahkan hasil yang
positif dan memberikan kemanfaatan bagi mahluk lainnya. Karena hati yang bersih
dapat menjadi kompas kehidupan yang nintinya akan berujung pada hidup yang
diridhoiNYA.
Adapun
tokoh-tokoh pewayangan adalah seagai berikut :
R A M A Y A N A
![]() |
Ramayana sebenarnya
diambil dari ceritera yang benar-benar terjadi di daratan India. Saat itu
daratan India dikalahkan oleh India Lautan yang juga disebut tanah Srilangka
atau Langka, yang dalam pewayangan disebut Alengka. Tokoh Rama adalah
pahlawan negeri India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun kekuatan
rakyat yang dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa.
Sedang tanah yang direbut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam
bahasa Sanskerta berarti tanah). Dalam penjajahan oleh negeri lain, umumnya
segala peraturan negara dan budaya suatu bangsa akan mudah berganti dan
berubah tatanan, yang digambarkan berupa kesucian Sinta yang diragukan
diragukan.
|
Maka setelah Sinta dibebaskan, ia
lantas pati obong, yang artinya keadaan negeri India mulai
dibenahi, dengan merubah peraturan dan melenyapkan kebudayaan si bekas penjajah
yang sempat berkembang di India. sebenarnya diambil dari ceritera
yang benar-benar terjadi di daratan India. Saat itu daratan India dikalahkan
oleh India Lautan yang juga disebut tanah Srilangka atau Langka, yang dalam
pewayangan disebut Alengka. Tokoh Rama adalah pahlawan negeri
India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun kekuatan rakyat yang
dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa.
Sedang tanah yang direbut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam
bahasa Sanskerta berarti tanah). Dalam penjajahan oleh negeri lain, umumnya
segala peraturan negara dan budaya suatu bangsa akan mudah berganti dan berubah
tatanan, yang digambarkan berupa kesucian Sinta yang diragukan diragukan. Maka
setelah Sinta dibebaskan, ia lantas pati obong, yang artinya
keadaan negeri India mulai dibenahi, dengan merubah peraturan dan melenyapkan
kebudayaan si bekas penjajah yang sempat berkembang di India.
Dalam khazanah kesastraan Ramayana Jawa
Kuno, dalam versi kakawin (bersumber dari karya
sastra India abad VI dan VII yang berjudul Ravanavadha/kematian Rahwana
yang disusun oleh pujangga Bhatti dan karya sastranya ini sering disebut Bhattikavya) dan
versi prosa (mungkin bersumber dari Epos Walmiki kitab
terakhir yaitu Uttarakanda dari India), secara singkat kisah
Ramayana diawali dengan adanya seseorang bernama Rama, yaitu putra
mahkota Prabu Dasarata di Kosala dengan ibukotanya Ayodya. Tiga
saudara tirinya bernama Barata, Laksmana dan Satrukna.
Rama lahir dari isteri pertama Dasarata bernama Kausala, Barata
dari isteri keduanya bernama Kaikeyi serta Laksmana dan Satrukna
dari isterinya ketiga bernama Sumitra. Mereka hidup rukun.
Sejak remaja, Rama dan Laksmana berguru
kepada Wismamitra sehingga menjadi pemuda tangguh. Rama
kemudian mengikuti sayembara di Matila ibukota negara Wideha.
Berkat keberhasilannya menarik busur pusaka milik Prabu
Janaka, ia dihadiahi putri sulungnya bernama Sinta, sedangkan
Laksmana dinikahkan dengan Urmila, adik Sinta.
Setelah Dasarata tua, Rama yang
direncanakan untuk menggantikannya menjadi raja, gagal setelah Kaikeyi
mengingatkan janji Dasarata bahwa yang berhak atas tahta adalah Barata
dan Rama harus dibuang selama 15 (lima belas) tahun. Atas dasar janji
itulah dengan lapang dada Rama pergi mengembara ke hutanDandaka,
meskipun dihalangi ibunya maupun Barata sendiri. Kepergiannya itu diikuti oleh
Sinta dan Laksmana.
Namun kepergian Rama membuat Dasarata sedih
dan akhirnya meninggal. Untuk mengisi kekosongan singgasana, para petinggi
kerajaan sepakat mengangkat Barata sebagai raja. Tapi ia menolak, karena
menganggap bahwa tahta itu milik Rama, sang kakak. Untuk itu Barata disertai
parajurit dan punggawanya, menjemput Rama di hutan. Saat ketemu kakaknya,
Barata sambil menangis menuturkan perihal kematian Dasarata dan menyesalkan
kehendak ibunya, untuk itu ia dan para punggawanya meminta agar Rama kembali ke
Ayodya dan naik tahta. Tetapi Rama menolak serta tetap melaksanakan titah
ayahandanya dan tidak menyalahkan sang ibu tiri, Kaikeyi, sekaligus membujuk
Barata agar bersedia naik tahta. Setelah menerima sepatu dari Rama, Barata
kembali ke kerajaan dan berjanji akan menjalankan pemerintahan sebagai wakil
kakaknya
Banyak cobaan yang dihadapi Rama dan
Laksmana, dalam pengembaraannya di hutan. Mereka harus menghadapi para raksasa
yang meresahkan masyarakat disekitar hutan Kandaka itu. Musuh yang
menjengkelkan adalah Surpanaka, raksesi yang menginginkan Rama dan
Laksmana menjadi suaminya. Akibatnya, hidung dan telinga Surpanaka dibabat
hingga putus oleh Laksmana. Dengan menahan sakit dan malu, Surpanaka mengadu
kepada kakaknya, yaitu Rahwana yang menjadi raja raksasa di
Alengka, sambil membujuk agar Rahwana merebut Sinta dari tangan Rama.
Dengan bantuan Marica yang
mengubah diri menjadi kijang keemasan, Sinta berhasil diculik
Rahwana dan dibawa ke Alengka.
![]() |
Burung Jatayu yang
berusaha menghalangi, tewas oleh senjata Rahwana. Sebelum menghembuskan
nafasnya yang terakhir, Jatayu masih sempat mengabarkan nasib Sinta kepada
Rama dan Laksmana yang sedang mencarinya.Dalam mencari Sinta, Rama dan
Laksamana berjumpa pembesar kera yang bernamaSugriwa dan Hanuman.
Mereka mengikat persahabatan dalam suka dan duka. Dengan bantuan Rama,
Sugriwa dapat bertahta kembali di Kiskenda setelah berhasil
mengalahkan Subali yang lalim. Setelah itu, Hanuman
diperintahkan untuk membantu Rama mencari Sinta. Dengan pasukan kera yang
dipimpinAnggada, anak Subali, mereka pergi mencari Sinta.
|
Atas petunjuk Sempati, kakak
Jatayu, mereka menuju ke pantai selatan. Untuk mencapai Alengka, Hanuman
meloncat dari puncak gunung Mahendra. Setibanya di ibukota Alengka,
Hanuman berhasil menemui Sinta dan mengabarkan bahwa Rama akan segera
membebaskannya. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman melapor kepada Rama.
Strategi penyerbuan pun segera disusun. Atas saran Wibisana, adik
Rahwana yang membelot ke pasukan Rama, dibuatlah jembatan menuju
Alengka. Setelah jembatan jadi, berhamburanlah pasukan kera menyerbu
Alengka. Akhirnya, Rahwana dan pasukannya hancur. Wibisana kemudian dinobatkan
menjadi raja Alengka, menggantikan kakaknya yang mati dalam peperangan. Yang
menarik dan sampai saat ini sangat populer di Jawa, adalah adanya ajaran
tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah kerajaan
atau negara dari Rama kepada Wibisana, yang dikenal dengan
sebutanASTHABRATA.
Setelah berhasil membebaskan Sinta,
pergilah Rama dan Sinta serta Laksmana dan seluruh pasukan (termasuk pasukan
kera) ke Ayodya. Setibanya di ibukota negera Kosala itu, mereka disambut dengan
meriah oleh Barata, Satrukna, para ibu Suri, para punggawa dan para prajurit, serta
seluruh rakyat Kosala. Dengan disaksikan oleh mereka, Rama kemudian dinobatkan
menjadi raja.
Pada akhir ceritera, ada perbedaan mencolok
antara dua versi Ramayana Jawa Kuno. Untuk versi kakawin dikisahkan, bahwa
Sinta amat menderita karena tidak segera diterima oleh Rama karena dianggap
ternoda. Setelah berhasil membersihkan diri dari kobaran api, Sinta
diterimanya. Dijelaskan oleh Rama, bahwa penyucian itu harus dilakukan untuk
menghilangkan prasangka buruk atas diri isterinya. Mereka bahagia.
Sedangkan di dalam versi prosa,
menceritakan bagaimana Rama terpengaruh oleh rakyatnya yang menyangsikan
kesucian Sinta. Disini Sinta yang sedang mengandung di usir oleh Rama dari
istana. Kelak Sinta melahirkan 2 (dua) anak kembar yaitu Kusha dan Lawa. Kemudian
kisah ini diahiri dengan ditelannya Sinta oleh Bumi.
Kisah Ramayana mempunyai banyak versi
dengan berbagai penyimpangan isi cerita, termasuk di India sendiri.
Penyebarannya hampir di seperempat penduduk dunia atau minimal di Asia
Tenggara. Sedangkan di Indonesia, diketahui sekitar 7 - 8 abad yang lalu, walau
sesungguhnya di Indonesia dapat ditemukan jauh lebih dini yaitu sebelum abad 2
Sebelum Masehi.
Ramayana dari asal kata Rama yang
berarti menyenangkan; menarik; anggun; cantik; bahagia, dan Yana berarti pengembaraan.
Cerita inti Ramayana diperkirakan ditulis oleh Walmiki dari India disekitar
tahun 400 SM yang kisahnya dimulai antara 500 SM sampai tahun 200, dan
dikembangkan oleh berbagai penulis. Kisah Ramayana ini menjadi kitab suci bagi
agama Wishnu, yang tokoh-tokohnya menjadi teladan dalam hidup, kebenaran,
keadilan, kepahlawanan, persahabatan dan percintaan, yaitu: Rama, Sita,
Leksmana, Sugriwa, Hanuman, Wibisana. Namun disini, kami informasikan tentang
Ramayana versi Jawa.
Di zaman Mataram Kuno saat Prabu Dyah
Balitung (Dinasti Sanjaya) bertahta, telah ada kitab sastra Ramayana berbahasa
Jawa Kuno (Jawa Kawi), tidak menginduk pada Ramayana Walmiki, lebih singkat,
memuat banyak ajaran dan katanya berbahasa indah. Di awal abad X sang raja
membuat candi untuk pemujaan dewa Shiwa, yaitu Candi Prambanan (candi
belum selesai sampai wafatnya raja yang, maka dilanjutkan oleh penggantinya
yaitu Prabu Daksa) yang sekaligus menjadi tempat ia dikubur, dengan relief
Ramayana namun berbeda dengan isi cerita Ramayana dimaksud.
Ramayana Jawa Kuno memiliki 2 (dua) versi,
yaitu Kakawin dan Prosa, yang bersumber dari naskah India yang
berbeda, yang perbedaan itu terlihat dari akhir cerita. Selain kedua versi itu,
terdapat yang lain yaitu Hikayat Sri Rama, Rama Keling dan lakon-lakon.
Cerita Ramayana semakin diterima di Jawa,
setelah melalui pertunjukan wayang (wayang orang, wayang kulit purwa termasuk
sendratari). Tapi ia kalah menarik dengan wayang yang mengambil cerita
Mahabharata, karena tampilan ceritanya sama sekali tidak mewakili perasaan kaum
awam (hanya pantas untuk kaum Brahmana dan Satria) walau jika dikaji lebih
mendalam, cerita Ramayana sebenarnya merupakan simbol perjuangan rakyat merebut
kemerdekaan negerinya.
Bahwa cerita Ramayana tidak bisa merebut
hati kaum awam Jawa seperti Mahabharata, antara lain disebabkan:
- Ceritanya
dipenuhi oleh lambang-lambang dan nasehat-nasehat kehidupan para bangsawan
dan penguasa negeri, yang perilaku dan tindakannya tidak membaur di hati
kaum awam;
- Ramayana
adalah raja dengan rakyat bangsa kera yang musuhnya bangsa raksasa dengan
rakyat para buta breduwak dan siluman;
- Kaum
awam memiliki jalan pikiran yang relatif sangat sederhana, dan berharap
pada setiap cerita berakhir pada kebahagiaan.
Yang menarik sampai saat ini di Indonesia
(Jawa) adalah adanya suatu ajaran falsafah yang terdapat di Ramayana, yaitu
ajaran Rama terhadap adik musuhnya bernama Gunawan Wibisana yang menggantikan
kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu dikenal dengan
nama Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata yang berarti
ajaran atau laku). yang merupakan ajaran tentang bagaimana
seharusnya seseorang memerintah sebuah negara atau kerajaan. Ajaran
dimaksud yang juga dapat dilihat dalam Diaroma gambar wayang di Museum
Purnabakti TMII (1994 M), yaitu :
- Bumi
: artinya sikap pemimpin bangsa harus meniru watak
bumi atau momot-mengku bagi orang jawa, dimana bumi
adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk, yang diolahnya sehingga
berguna bagi kehidupan manusia;
- Air
: artinya jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air
maupun haus ilmu pengetahuan dan haus kesejahteraan;
- Api
: artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat
terhadap rakyatnya, pemberi kekuatan serta penghukum yang adil dan tegas;
- Angin
: artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi
rakyatnya, selalu memperhatikan celah-celah di tempat serumit apapun, bisa
sangat lembut serta bersahaja dan luwes, tapi juga bisa keras melebihi
batas, selalu meladeni alam;
- Surya
: artinya pemberi panas, penerangan dan energie,
sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa surya/matahari, mengatur waktu
secara disiplin;
- Rembulan
: artinya bulan adalah pemberi kedamaian dan
kebahagiaan, penuh kasih sayang dan berwibawa, tapi juga mencekam dan
seram, tidak mengancam tapi disegani.
- Lintang
: artinya
pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang dilangit,
tapi rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui
kelebihan-kelebihan orang lain;
- Mendung
: artinya pemberi perlindungan dan payung,
berpandangan tidak sempit, banyak pengetahuannya tentang hidup dan
kehidupan, tidak mudak menerima laporan asal membuat senang, suka memberi
hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum dengan adil bagi pelanggar
hukum.
Prof. Dr. Porbatjaraka,
seorang ahli sejarah dan kebudayaan Jawa, setelah membaca kitab Ramayana Jawa
Kuna Kakawin, memberi komentar : "Ini merupakan
peninggalan leluhur Jawa, yang sungguh adiluhung, cukup untuk bekal hidup
kebatinan". Dalam cakupan luas, pengaruh Ramayana terhadap
filsafat hidup Jawa dapat diketahui dari Sastra Jendra, Sastra Cetha
dan Asthabrata.
Sari dari Sastra Jendra adalah ilmu/ajaran
tertinggi tentang keselamatan, mengandung isi dan nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun karena ilmu ini bersifat sangat rahasia
(tidak disebarluaskan secara terbuka karena penuh penghayatan bathin yang
terkadang sulit diterima umum secara rasional), maka tidak mungkin
disebar-luaskan secara terbuka. Sebelum seseorang menyerap ilmu ini ia harus
mengerti terlebih dahulu tentang mikro dan makro kosmos, sehingga yang selama
ini dipaparkan termasuk melalui wayang, hanyalah kulitnya saja. Sastra Cetha (terang)
adalah berisi ajaran tentang peran, sifat dan perilaku raja.Sedangkan
Asthabrata telah diuraikan tersebut diatas.
Kisah Ramayana muncul dalam banyak versi,
yaitu antara lain di Vietnam, Kamboja, Laos, Burma, Thailand, Cina, Indonesia
maupun di India (tempat asal cerita) sendiri. Menurut Dr.Soewito S.
Wiryonagoro, di Indonesia sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) versi, yaitu Ramayana
Kakawin, yang terlukis dalam relief-relief di dinding candi seperti candi
Lorojonggrang Prambanan dan Candi Penataran, dan yang berkembang di masyarakat
dalam wujud cerita drama.(wayang kulit, sandiwara dan film).
Ramayana dari asal kata Rama = menyenangkan/menarik/anggun/cantik/bahagia dan Yana berarti pengembaraan.,
yang kisah tersebut ditulis Walmiki dari India sekitar tahun 400 Sebelum
Masehi, berbahasa Sanskerta, yang selanjutnya dikembangkan oleh penulis-penulis
lain, sehingga minimal juga ada 3 (tiga) kisah Ramayana versi India.
Di jaman Mataram kuna, saat Prabu Balitung
(dinasti Sanjaya) memerintah, telah ada kitab sastra Ramayana dalam bahasa Jawa
Kuna (Kawi), yang tidak menginduk pada Ramayana Walmiki.
Mahabharata
Mahabharata merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh
ResiWesampayana untuk
Maharaja Janamejaya yang gagal mengadakan upacara korban ular. Sesuai dengan
permohonan Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah raja-raja besar yang
berada di garis keturunan MaharajaYayati, Bharata, dan Kuru, yang
tak lain merupakan kakek moyang MaharajaJanamejaya.
Kemudian Kuru menurunkan raja-raja Hastinapura yang
menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka adalah Santanu, Chitrāngada,Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira, Parikesit dan Janamejaya.
Para Raja India Kuno
Mahabharata banyak memunculkan nama raja-raja besar pada zaman
India Kuno seperti Bharata, Kuru, Parikesit (Parikshita), dan Janamejaya.
Mahabharata merupakan kisah besar keturunan Bharata, dan Bharata adalah salah
satu raja yang menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabharata.
Kisah Sang Bharata diawali
dengan pertemuan Raja Duswanta denganSakuntala. Raja
Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati,
menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang Bharata, raja
legendaris. Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno. Setelah
ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut Bharatawarsha yang berarti wilayah kekuasaan Maharaja Bharata (konon meliputi Asia Selatan)
Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan
sebuah pusat pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja
Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang
menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra (terletak di negara bagian Haryana, India Utara). Sang
Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam
Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu,
leluhur Pandawa dan Korawa.
Kerabat Wangsa Kaurawa (Dinasti Kuru) adalah Wangsa Yadawa, karena
kedua Wangsa tersebut berasal dari leluhur yang sama, yakni Maharaja Yayati,
seorang kesatria dari Wangsa Chandra atau Dinasti Soma, keturunan Sang Pururawa. Dalam
silsilah Wangsa Yadawa, lahirlah Prabu Basudewa, Raja
di Kerajaan Surasena, yang
kemudian berputera Sang Kresna, yang
mendirikan Kerajaan Dwaraka. Sang Kresna dari
Wangsa Yadawa bersaudara sepupu dengan Pandawa dan Korawa dari Wangsa Kaurawa.
Prabu Santanu dan
keturunannya
Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru,
berasal dariHastinapura. Ia
menikah dengan Dewi Gangga yang
dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang
Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat
membuahkan anak yang diberi nama Dewabrata atau Bisma.
Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda.
Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan
berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri
nelayan. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera SangCitrānggada dan Wicitrawirya. Citrānggada wafat di usia muda dalam
suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya.
Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki keturunan. Atas
bantuan Resi Byasa, kedua
istri Wicitrawirya, yaituAmbika dan Ambalika,
melahirkan masing-masing seorang putera, nama mereka Pandu (dari Ambalika) dan Dretarastra (dari
Ambika).
Dretarastra terlahir buta, maka tahta Hastinapura diserahkan
kepada Pandu,
adiknya. Pandu menikahi Kunti kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madrim, namun
akibat kesalahan Pandu pada saat memanah seekor kijang yang sedang kasmaran,
maka kijang tersebut mengeluarkan (Supata=Kutukan) bahwa Pandu tidak akan
merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila dilakukannya, maka Pandu akan
mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati dengan berubah menjadi wujud
aslinya yaitu seorang pendeta.
Kemudian karena mengalami kejadian buruk seperti itu, Pandu lalu
mengajak kedua istrinya untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa agar dapat
diberikan anak. Lalu Batara guru mengirimkan Batara Dharma untuk membuahi Dewi
Kunti sehingga lahir anak yang pertama yaitu Yudistira Kemudian Batara Guru
mengutus Batara Indra untuk membuahi Dewi Kunti shingga lahirlah Harjuna, lalu
Batara Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Bima, dan
yang terakhir, Batara Aswin dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim, dan lahirlah
Nakula dan Sadewa.
Kelima putera Pandu tersebut dikenal sebagai Pandawa.
Dretarastra yang buta menikahi Gandari, dan
memiliki seratus orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah Korawa. Pandu
dan Dretarastra memiliki saudara bungsu bernama Widura. Widura
memiliki seorang anak bernama Sanjaya, yang memiliki mata batin agar mampu
melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
Pandawa dan Korawa
Pandawa dan Korawa merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal
dari leluhur yang sama, yakni Kuru danBharata. Korawa (khususnya Duryodana)
bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa
bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah
para Korawa, yaitu Dretarastra, sangat menyayangi putera-puteranya.
Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu Sangkuni,
beserta putera kesayangannya yaitu Duryodana, agar
mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada suatu ketika, Duryodana mengundang Kunti dan para Pandawa untuk liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang
sudah disediakan oleh Duryodana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun para
Pandawa diselamatkan oleh Bima sehingga
mereka tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan
diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan tersebut Bima bertemu dengan rakshasa Hidimba dan membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu rakshasi Hidimbi. Dari
pernikahan tersebut, lahirlahGatotkaca.
Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan Panchala. Di sana tersiar
kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakansayembara memperebutkan Dewi Dropadi. Karna mengikuti sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Dropadi.
Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian
seperti kaum brahmana.
Pandawa ikut sayembara untuk memenangkan lima macam sayembara, Yudistira
untuk memenangkan sayembara filsafat dan tatanegara, Arjuna untuk memenangkan sayembara senjata Panah, Bima memenangkan sayembara Gada dan Nakula - Sadewa untuk memenangkan sayembara senjata Pedang. Pandawa berhasil
melakukannya dengan baik untuk memenangkan sayembara.
Dropadi harus menerima Pandawa sebagai suami-suaminya karena
sesuai janjinya siapa yang dapat memenangkan sayembara yang dibuatnya itu akan
jadi suaminya walau menyimpang dari keinginannya yaitu sebenarnya yang
diinginkan hanya seorang Satriya.
Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu
sebab kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi
kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya
bahwa mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar
hasil tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya
ia saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta,
namun juga seorang wanita. Tak pelak lagi, Dropadi menikahi kelima Pandawa.
Permainan dadu
Agar
tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi kepada Pandawa dan Korawa. Korawa
memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura,
sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukotaIndraprastha. Baik Hastinapura maupun Indraprastha
memiliki istana megah, dan di sanalah Duryodana tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga
dirinya menjadi bahan ejekan bagi Dropadi. Hal
tersebut membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa.
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira, Duryodana mengundang Yudistira untuk main dadu ini atas ide Sangkuni, hal
ini dilakukan sebenarnya untuk menipu Pandawa mengundang Yudistira untuk main
dadu dengan taruhan. Yudistira yang gemar main dadu tidak menolak undangan
tersebut dan bersedia datang ke Hastinapura.
Pada saat permainan dadu, Duryodana diwakili oleh Sangkuni sebagai bandar dadu yang memiliki kesaktian untuk berbuat
curang. Permulaan permainan taruhan senjata perang, taruhan pemainan terus
meningkat menjadi taruhan harta kerajaan, selanjutnya prajurit dipertaruhkan,
dan sampai pada puncak permainan Kerajaan menjadi taruhan, Pandawa kalah
habislah semua harta dan kerajaan Pandawa termasuk saudara juga dipertaruhkan
dan yang terakhir istrinya Dropadi dijadikan taruhan.
Dalam peristiwa tersebut, karena Dropadi sudah menjadi milik
Duryodana, pakaian Dropadi ditarik oleh Dursasana karena sudah menjadi harta Duryodana sejak Yudistira kalah main
dadu, namun usaha tersebut tidak berhasil membuka pakaian Dropadi, karena
setiap pakaian dibuka dibawah pakaian ada pakaian lagi begitu terus tak
habisnya berkat pertolongan gaib dari Sri Kresna.
Karena istrinya dihina, Bima bersumpah
akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah
tersebut, Dretarastra merasa
bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala harta
Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryodana yang merasa kecewa karena Dretarastra telah
mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya,
menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang
kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam
masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi ke
kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena
kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup
dalam masa penyamaran selama setahun.
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang
sah, Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryodana. Namun Duryodana bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada
Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun
berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
Pertempuran di
Kurukshetra
Pandawa
berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya,Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan
masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Satyaki, Drestadyumna, Srikandi, Wirata, dan
lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryodana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan
Korawa. Korawa dibantu oleh Resi Drona dan putranya Aswatama, kakak
ipar para Korawa yaitu Jayadrata, serta
guru Krepa,Kretawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawas, Bahlika, Sangkuni, Karna, dan
masih banyak lagi.
Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran
itu, banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya Abimanyu, Drona,Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja Wirata dan puteranya, Bhagadatta, Susharma, Sangkuni, dan
masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan
pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari kedelapan belas, hanya sepuluh
ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Satyaki, Aswatama, Krepa dan Kretawarma.
Penerus Wangsa Kuru
Setelah perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa
lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit.
Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Dropadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal
dan mencapai surga. Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki
putera bernama Janamejaya.
Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama Satanika.
Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya kemudian
memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura.
Bentuk
pertunjukan wayang pada jaman hindu di indonesia
Bentuk
wayang pada jaman hindu yaitu bentuk wayang nya masih seperti perwujudan
manusia, seperti yang terukir pada relief relief candi candi , seperti candi
loro jongrang , yangmana candi ini yang pertama kali memuat cerita Ramayana dan
maha barata dengan lengkap. Yaitu pada masa kerajaan mataram 1.yang didirikan
oleh raja sanjaya. Dan kemudian dipinpin oeh dua orang raja yaitu raja sanjaya
dan saylendra.
Sebelum
bentuk wayang menggunakan kulit binatang sebagai bahannya ,pertama kali wayang
itu di lukis di sebuah kain dengan berbagai bentuk tokoh wayang yang di sebut
dengan wayang beber. Lalu adegan adegan wayang dalam kain itu lalu di main
mainkan dan dengan dilatarbelakangi dengan cerita maha barata dan Ramayana.
Apabila telah selesai ngewayang ,kain itu lalu digulung dan dibawa berpindah
pindah sesuai dengan dimana mereka mempertunjukkan sebuah pertunjukan wayang.
Lama
kali lama bentuk wayang yang mulanya ada dalam sebuah kain yang di kenal dengan
wayang beber lalu dibawa ,atau menggunakan kulit binatang sebagai
medianya hingga sekarang.
Pungsi
pertunjukan wayang pada jaman hindu di Indonesia
yaitu :
Untuk
mengkomonikasikan nilai nilai ajaran agama hindu yang terkandung dalam cerita
mahabarata dan cerita Ramayana ,dengan menggunakan bahasa jawa kuna. Akan dapat
di bayangkan bahwa pertunjukan wayang yang semula sebagai pemujaan terhadap
hyang ,kemudian berkembang menjadi media komonikasi ajaran agama. Sejak ini
cerita pewayangan juga tidak lagi menggunakan mitologi nenek moyang ,tetapi
mulai menggunakan cerita Ramayana dan maha barata.(sri mulyono,1982 :60).
Sesuai dengan perannya untuk mengkomonikasikan ajaran agama hindu ,maka seorang
dalang pada masa itu dianggap sebagai seorang guru ,seorang pemimpin, dan
seorang ahli agama ,sehingga seorang dalang sangat disegani dan sangat
berwibawa (sri mulyono ,1982 :61).